Open kitchen adalah sebuah konsep yang terasa begitu menarik. Konsep ini memungkinkan pelanggan untuk mengetahui proses kerja dapurmu dengan jelas. Di berbagai restoran, konsep ini sudah mulai banyak dipakai.
Namun, apakah open kitchen benar-benar layak untuk diterapkan? Apa saja kelebihan dan kekurangannya?
Salah satu keunikan terbesar dari open kitchen adalah, sudah pasti, keterbukaannya. Ini membuat para pelanggan kamu bisa melihat apa saja yang dikerjakan dan dikelola oleh para staf kamu di dapur.
Setiap pekerjaan, mulai dari membuat minuman, memotong bahan baku, sampai meracik bumbu dan memasak bisa dinikmati sebagai sebuah pertunjukan atau hiburan bagi pelangganmu. Dampaknya, engagement dengan pelanggan bisa naik karena mereka ditawarkan sebuah pengalaman yang menarik.
Di dunia di mana transparansi jadi salah satu value yang betul-betul dihargai, pelanggan butuh tahu seperti apa proses kerja di balik usaha yang kamu kerjakan. Dalam konteks restoran, pelangganmu butuh tahu bagaimana para stafnya bekerja di dapur dan kualitas bahan baku yang digunakan.
Karena open kitchen punya konsep yang terbuka, hal ini memungkinkan pelanggan untuk mengintip proses kerja para staf kamu di balik dapur. Kalau staf dapurmu bekerja dengan efektif dan sesuai prosedur, ini bisa menimbulkan trust bagi pelangganmu.
Ketika kamu bisa mempertahankan performa dan higienitas kerja, pelangganmu nggak perlu khawatir dengan kualitas sajian yang akan mereka terima.
Open kitchen sangat menguntungkan dari segi biaya atau pengeluaran. Pasalnya, kamu nggak perlu membeli space baru atau memperbesar space restoran yang sudah ada.
Cukup sesuaikan saja dapur yang akan kamu buat dengan space yang kamu punya. Kamupun bisa lebih hemat ongkos dalam membuat dapur baru dengan lebih murah dan nggak perlu terbebani ongkos listrik dan maintenance tambahan.
Tidak semua staf tentunya bisa bekerja dengan konsep open kitchen. Beberapa staf lebih suka bekerja di dalam ruang tertutup yang tidak terlihat oleh para pelangganmu.
Salah satu alasan terbesarnya adalah distraksi. Ketika staf kamu bekerja sembari ditonton atau dilihat oleh para pelangganmu, mereka berpotensi untuk bekerja dengan fokus dan konsentrasi yang berkurang. Performa merekapun bisa-bisa menurun atau inkonsisten dan hal ini akan berdampak buat kualitas sajian yang diberikan ke pelanggan.
Meski bisa dijadikan hiburan, open kitchen bisa juga memberikan dampak sebaliknya, yakni menurunkan pengalaman makan pelanggan.
Beberapa pelanggan, seperti grup teman atau pasangan, menginginkan pengalaman makan yang lebih privat atau tertutup tanpa harus diekspos dengan keterbukaan open kitchen.
Oleh karenanya, sebelum menerapkan open kitchen, cari tahu dulu seperti apa preferensi makan pelangganmu sehingga kamu tahu apakah harus menerapkan open kitchen atau tidak.
Memilih apakah open kitchen layak untuk restoranmu atau nggak kembali ke berbagai faktor yang mesti kamu pikirkan lagi. Kalau pelanggan restoranmu cenderung menginginkan pengalaman makan yang terbuka dan bisa menghibur serta operasional yang hemat biaya, open kitchen bisa jadi pilihan terbaik.
Namun, kalau pelanggan restoranmu lebih menyukai pengalaman makan yang privat dan kamu ingin menjaga privasi kerja staf dapurmu, sebaiknya hindari open kitchen.
Kamu lagi cari tempat yang nyaman untuk menyelesaikan seluruh tugas kantormu? Atau cari wifi yang kenceng biar meeting online-mu lancar? Jangan khawatir! Di Tangerang sudah banyak Coffee Shop yang siap memanjakan kamu dengan makanan dan minuman yang enak dan pastinya suasana yang mendukung untuk kamu bekerja dari cafe. Mau tahu lebih lanjut? Yuk, intip daftar cafe di Tangerang yang bisa kamu kunjungi!
Baca selengkapnyaSuka kebingungan sama istilah cafe dan coffee shop? Begini perbedaan di antara keduanya!
Baca selengkapnyaJangan khawatir kalau dapat review atau ulasan negatif. Dengan 3 cara sederhana ini, kamu siap menanganinya!
Baca selengkapnya