Kalau ada satu nama atau brand kedai kopi yang masih jadi pembicaraan banyak orang, brand tersebut adalah Arabica.
Yup, coffee shop yang identik dengan logo % itu memang terus membesar dan merambah berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Bagaimana Arabica pada akhirnya bisa mendunia? Siapa sosok di baliknya dan seperti apa kisah awalnya?
Sosok di balik Arabica adalah Kenneth Shoji. Ia merupakan pendiri sekaligus orang yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi di Arabica sampai sekarang, mulai dari pencarian dan pemilihan biji kopi sampai dengan pemilihan lokasi untuk cabang.
Namun, jauh sebelum ia jadi seperti sekarang, ia adalah seorang mahasiswa yang berkuliah di University of California, Los Angeles pada awal 1990an. Pada masa itu, di Amerika, budaya ngopi mulai booming berkat berkembangnya Starbucks Coffee.
Dari situ, ketertarikan akan kopi mulai tumbuh di dalam diri Shoji. Ia pun mulai mengikuti pelatihan dan belajar jadi barista sampai pada akhirnya ia berhasil membeli sebuah perkebunan kopi di Hawaii.
Ia pun membangun usaha untuk jual beli green bean dan menjadi distributor peralatan coffee brewing seperti mesin espresso, grinder, sampai manual brew.
Shoji pun memutuskan untuk membangun kedai kopinya sendiri dengan nama Arabica dan menggunakan logo persen berwarna putih yang begitu ikonik dan mudah kita kenali. Kedai pertamanya ia buka di distrik Higashiyama, Jepang, pada 2014.
Arabica sendiri memiliki beberapa ciri khas yang membuatnya begitu mudah dikenali oleh banyak orang: Kedai kopinya yang bernuansa modern minimalis dengan sentuhan warna putih yang dominan.
Sumber: Unsplash
Perlahan namun pasti, Arabica pun berekspansi ke berbagai penjuru Negeri Matahari. Kedai kopi ini kemudian semakin dikenali di sana dan mendapatkan perhatian banyak orang, sampai akhirnya berekspansi ke luar Jepang, termasuk Indonesia dan Eropa.
Per tahun 2022, Arabica sudah punya 122 kedai di berbagai belahan dunia. Yang jadi pertanyaan: Bagaimana bisa kedai kopi yang usianya baru seumur jagung bisa berekspansi dengan cepat dan menangkap perhatian para pecinta kopi?
Kuncinya satu, yakni konsistensi, dan hal ini jadi perhatian khusus dari Shoji selaku pendiri dan pemilik brand Arabica.
Selain suasana setiap kedainya yang serupa (Meski juga mencampurkan unsur lokal dari negara tujuan ekspansinya), setiap kedai juga menggunakan mesin espresso Slayer yang dibuat kustom, memudahkan setiap kedai meracik kopi dengan cita rasa yang konsisten antarcabang.
Tapi, mesin espresso yang sama saja nggak cukup. Untuk memastikan kualitas para baristanya memadai dan serupa dengan yang ada di Kyoto, Shoji dan para barista Arabica dari Kyoto akan datang langsung ke lokasi dari cabang baru untuk melatih mereka selama 2 minggu.
Menariknya, Shoji menerapkan konsep Teinei, sebuah konsep di mana setiap barista harus sadar dan penuh perhatian dengan lingkungan kerja mereka dan nggak membuang banyak tenaga saat bekerja. Hal ini dilakukan agar mereka bisa bekerja dengan efisien.
Bentuk pelatihan lain yang diberikan adalah melalui program khusus #Seetheworldthroughcoffee yang Arabica cetuskan. Melalui program ini, beberapa barista dari tiap cabang Arabica di tiap negara bisa mengadakan latihan bersama dan didorong untuk menciptakan ide-ide inovatif.
Apa yang dilakukan Shoji dengan Arabicanya memang nggak main-main ya, Tromates. Dari passion kopi yang begitu besar, diiringi dengan konsistensi dari tiap cabangnya, lahirlah kedai kopi unik yang mendunia dan kini sudah dapat beragam penghargaan dan pujian.